Thariqah Keluarga Bani ‘Alawiy
Sekilas tentang Thariqah ‘Alawiyyah
Thariqah
Alawiyyah adalah suatu thariqah yang ditempuh oleh para salafus sholeh.
Dalam thariqah ini, mereka mengajarkan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan
As-Sunnah kepada masyarakat, dan sekaligus memberikan suri tauladan
dalam pengamalan ilmu dengan keluhuran akhlak dan kesungguhan hati dalam
menjalankan syariah Rasullullah SAW.
Penjelasan di atas dinukil dari buku Qutil Qulub, karya Abul Qosim Al-Qusyairy, dan dari beberapa kitab lain.
Mereka
menerangkan dengan terinci, bahwa thariqah As-Saadah Bani Alawy ini
diwariskan secara turun temurun oleh leluhur (salaf) mereka : dari kakek
kepada kepada ayah, kemudian kepada anak-anak dan cucu-cucunya.
Demikian seterusnya mereka menyampaikan thariqah ini kepada anak cucu
mereka sampai saat ini. Oleh karenanya, thariqah ini dikenal sebagai
thariqah yang langgeng sebab penyampaiannya dilakukan secara ikhlas dan
dari hati ke hati.
Dari situlah
dapat diketahui, bahwasanya thariqah ini berjalan di atas rel Al-Kitab
dan As-Sunnah yang diridhoi Allah dan Rasul-Nya. Jelasnya, Thariqah
Alawiyyah ini menitik-beratkan pada keseimbangan antara ibadah mahdhah,
yaitu muamalah dengan Khaliq, dengan ibadah ghoiru mahdhah, yakni
muamalah dengan sesama manusia yang dikuatkan dengan adanya
majlis-majlis ta’lim yang mengajarkan ilmu dan adab serta majlis-majlis
dzikir dan adab. Dengan kata lain, thariqah ini mencakup hubungan
vertikal (hubungan makhluk dengan Khaliqnya) dan hubungan horizontal
(antara sesama manusia).
Selain itu,
thariqah ini mengajarkan kepada kita untuk bermujahadah
(bersungguh-sungguh) dalam menuntut ilmu guna menegakkan agama Allah
(Al-Islam) di muka bumi. Sebagaimana diceritakan, bahwa sebagian dari
As-Saadah Bani Alawy pergi ke tempat-tempat yang jauh untuk belajar ilmu
dan akhlak dari para ulama, sehingga tidak sedikit dari mereka yang
menjadi ulama besar dan panutan umat di jamannya. Banyak pula dari
mereka yang mengorbankan jiwa dan raga untuk berdakwah di jalan Allah,
mengajarkan ilmu syariat dan bidang ilmu agama lainnya dengan penuh
kesabaran, baik di kota maupun di pelosok pedesaan. Berkat berpedoman
pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, disertai kesungguhan dan keluhuran akhlak
dari para pendiri dan penerusnya, thariqah ini mampu mengatasi tantangan
jaman dan tetap eksis sampai saat ini.
[Diambil dari Al-'Alam An-Nibros, karya Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas, hal. 1-5, penerbit 'Isa Al-Khalabi Mesir]
Thariqah Saadah Bani ‘Alawiy
Al-Habib
Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad Bilfaqih Ba’alawi pernah ditanya,
“Apa dan bagaimana thariqah Saadah Aal Abi ‘Alawi (keluarga Bani Alawy)
itu?. Apakah cukup didefinisikan dengan ittibâ’ (mengikuti) Quran dan
sunah?. Apakah terdapat pertentangan di antara mereka?. Apakah thariqah
mereka bertentangan dengan thariqah-thariqah yang lain?.”
Beliau pun menyampaikan jawabannya sebagai berikut :
“Ketahuilah,
sesungguhnya thariqah Saadah Aal Abi ‘Alawi merupakan salah satu
thariqah kaum sufi yang asasnya adalah ittibâ’ (mengikuti) Quran dan
sunah, pokoknya adalah sidqul iftiqôr (benar-benar merasa butuh kepada
Allah) dan syuhûdul minnah (menyaksikan bahwa semuanya merupakan karunia
Allah). Thariqah ini mengikuti ittiba’ manshûsh dengan cara khusus dan
menyempurnakan semua dasar (ushûl) untuk mempercepat wushûl.
Melihat hal
ini, maka thariqah Saadah Aal Abi ‘Alawi lebih dari sekedar mengikuti
Quran dan Sunah secara umum dengan mempelajari hukum-hukum dhohir. Pokok
bahasan ilmu ini sifatnya umum dan universal, sebab tujuannya adalah
untuk menyusun aturan yang mengikat orang-orang bodoh dan kaum awam
lainnya. Tidak diragukan bahwa kedudukan manusia dalam beragama
berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan ilmu khusus untuk orang khusus,
yakni ilmu yang menjadi pusat perhatian kaum khowwash, ilmu yang
membahas hakikat takwa dan perwujudan ikhlas.
Demikian
itulah jalan lurus (shirôthol mustaqim) yang lebih tipis dari sehelai
rambut. Ilmu itu tidak cukup disampaikan secara umum, bahkan setiap
bagian darinya perlu didefinisikan secara khusus. Demikian itulah ilmu
tasawuf, ilmu yang oleh kaum sufi digunakan untuk berjalan menuju Allah
Ta’ala. Dhohir jalan kaum sufi adalah ilmu dan amal, sedangkan batinnya
adalah kesungguhan (sidq) dalam bertawajjuh kepada Allah Ta’ala dengan
mengamalkan segala sesuatu yang diridhoi-Nya dengan cara yang
diridhoi-Nya. Jalan ini menghimpun semua akhlak luhur dan mulia,
mencegah dari semua sifat hina dan tercela. Puncaknya memperoleh
kedekatan dengan Allah dan fath. Jalan ini (mengajarkan seseorang) untuk
bersifat (dengan sifat-sifat mulia) dan beramal saleh, serta mewujudkan
tahqiq, asrôr, maqômât dan ahwâl. Jalan ini diterima oleh orang-orang
yang saleh dari kaum sholihin dengan pengamalan, dzauq dan perbuatan,
sesuai fath, kemurahan dan karunia yang diberikan Allah, sebagaimana
syairku dalam Ar-Rasyafaat.”
[Diambil dari 'Iqdul Yawaaqiitul Jauhariyyah, Al-Habib Idrus bin Umar AlHabsyi]
Intisari Thariqah ‘Alawiyyah
Kalam Al-Habib Muhammad bin Husin bin Ali Ba’bud
Sesungguhnya
asas thariqah para salafunas sholihin dari Bani Alawy yaitu adalah
Al-Kitab dan As-Sunnah, dan yang menjadi bukti tentang itu semua adalah
perjalanan hidup mereka yang diridhoi oleh Allah dan hal ihwal mereka
yang terpuji. Secara garis besar, thariqah mereka itu adalah sebagai
berikut :
Menjaga waktu-waktu yang diberikan Allah dan memanfaatkan waktu tersebut untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Selalu terikat dan hadir dalam majlis-majlis ilmu dan majlis yang bersifat dapat mengingatkan diri kepada Allah.
Berakhlak
dengan adab-adab yang baik, menjauhi ketenaran, meninggalkan hal-hal
yang tidak berguna, dan menghilangkan semua atribut kecuali atribut
kebaikan.
Membiasakan
diri dalam membaca dzikir terutama dzikir-dzikir Nabawiyyah sesuai
dengan batas kemampuannya, seperti amalan-amalan dzikir yang disusun
oleh Al-Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad.
Ziarah kepada
para ulama dan auliya baik yang masih hidup ataupun yang telah
meninggal, selalu ingin bermaksud menghadiri perkumpulan-perkumpulan
yang penuh dengan dzikir khususnya yang mengandung unsur mengingatkan
diri kepada Allah, dan menghadirinya dengan penuh rasa husnudz dzon
(berbaik sangka), dengan syarat bahwa perkumpulan-perkumpulan tersebut
bebas dari perbuatan-perbuatan mungkar yang dipandang oleh agama.
[Diambil dari Nafaaisul 'Uquud fii Syajaroh Aal Ba'bud, karya Al-Habib Muhammad bin Husin bin Ali Ba'bud, hal. 15, manuskrip]
Dimanakah para salaf Bani Alawy berjalan?
Kitab Ar-Risalah Al-Muawanah, karangan Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad.
Di dalam buku tersebut, Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad berkata :
“Hendaklah
kamu selalu membaikkan dan meluruskan aqidah dengan mengikuti kelompok
yang selamat, yang dikenal diantara berbagai kelompok Islam sebagai Ahlu
Sunnah wal Jamaah, yang berpegang teguh pada teladan Rasulullah serta
para Sahabatnya.”
Buku Aqidah Ahli Sunnah Wal Jamaah, yang dibiayai oleh Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Muhammad Assegaf Gresik untuk disebarkan.
Pada cover depan buku tersebut, Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad berkata dalam suatu syairnya yang berbunyi :
“Jadikankanlah Asy’ariyyah sebagai aqidahmu…”
(Asy’ariyyah adalah salah satu dari 2 aliran aqidah dalam Ahli Sunnah wal Jamaah, disamping Maturidiyyah)
Kitab ‘Uquudul Almas, karangan Al-Habib Alwi bin Thohir Alhaddad Mufti Johor, hal. 89.
Di dalam buku tersebut, Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad berkata :
“Hendaklah
kamu membentengi aqidahmu dan memperbaiki pondasinya di atas jalan
kelompok yang selamat, yang dikenal diantara seluruh firqoh-firqoh Islam
yaitu kelompok Ahlu Sunnah wal Jamaah, yang berpegang teguh dengan
apa-apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para Sahabat beliau.”
Kitab Majmu’
Kalam Al-Imam Abdulah bin Husin Bin Thohir Ba’alawy, karangan Al-Imam
Abdulah bin Husin Bin Thohir Ba’alawy, hal. 105.
Di dalam kitab tersebut, Al-Imam Abdulah bin Husin Bin Thohir Ba’alawy berkata :
“Sesungguhnya
itulah jalan yang ditempuh oleh sebagian besar para Tabi’in dengan
mengikuti jalan para Sahabat, begitu juga hal ini diikuti oleh Tabi’
Tabi’in seperti Al-Imam Asy-Syafi’i, Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Imam
Malik, Al-Imam Abu Hanifah, dan juga diikuti oleh orang-orang yang
berjalan diatas jalan mereka, dan seperti para Saadah kita. Maka Itulah
mereka yang disebut Sawaadhul A’dhom dan golongan yang selamat. Karena
mereka berjalan diatas apa-apa yang telah dijalankan oleh Rasulullah SAW
dan para Sahabat beliau dengan sebaik-baiknya aqidah dan suluk diatas
jalan kebenaran dan petunjuk dengan tanpa mengecam salah seorang pun
dari para Sahabat dan tidak juga mengundat (mencaci/melaknat) mereka…”
Kitab Al-’Iqdul Yawaaqit Al-Jauhariyyah, karangan Al-Habib Idrus bin Umar Alhabsyi, juz 1, hal. 28.
Di dalam buku tersebut, Al-Imam Idrus bin Umar Alhabsyi berkata :
“…Maka menjadi sucilah lembah itu (Hadramaut) berkat adanya Al-Fagih Al-Muqoddam. Beliau senantia
sa membangun
pondasi ketakwaan di masjid yang ada di lembah itu, sehingga semakin
tampaklah disana aqidah Ahli Sunnah wal Jamaah…”
Kitab Al-Maslak Al-Qorib, karangan Al-Imam Thohir bin Husin Bin Thohir Ba’alawy, pada bagian akhir.
Di dalam buku tersebut, Al-Imam Thohir bin Husin Bin Thohir Ba’alawy berkata :
“Sesungguhnya
thariqah Alawiyah adalah suatu thariqah dari golongan sufi yang
berdasarkan atas aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang bersumber dari
para Sahabat yang mulia, Tabi’in dan para pengikut Tabi’in yang utama…”
(Hal senada
diatas juga telah diungkapkan oleh Al-Habib Umar bin Muhammad Bin Hafidz
dalam kitabnya Khulasoh Al-Madad An-Nabawi, hal. 26)
Kitab Tadzkiirun Naas, karangan Al-Habib Hasan bin Ahmad Al-Atthas, hal. 24.
Di dalam buku tersebut, Al-Habib Hasan bin Ahmad Al-Atthas berkata :
“Para salaf
kita Alawiyyin mengikuti madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i dalam sesuatu yang
berhubungan dengan permasalahan hukum-hukum Islam, masalah ibadah dan
muamalah, dan permasalahan-permalasahan figih.”
Kitab Al-’Alam An-Nibros, karangan Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas, penerbit ‘Isa Al-Khalabi Mesir.
1. Di dalam buku tersebut, hal. 6-8, Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas berkata :
“…Dalam segi
akidah, mereka tidak menyimpang walau seujung kaki semut pun dari akidah
Asy’ariyyah/Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan bermadzhabkan Syafi’i…”
2. Di dalam buku tersebut, hal. 10-15, Al-Imam Abdulah bin Alwi Al-Atthas berkata :
“…Mereka
itulah yang dikatakan sebagai golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang
dikategorikan pada golongan yang selamat bersama Nabi SAW…”
Kitab Maulud Simtud Duror, Al-Habib Al-Qutub Ali bin Muhammad Alhabsyi, pada bagian syair.
Dalam syairnya, beliau berkata :
“Ya Allah,
berilah kekuatan pada kami untuk berjalan diatas jalan yang benar, yaitu
diatas jalan Nabi dan jalan yang ditempuh Saadah Syadziliyyah.”
Dalam riwayat lain ditulis dengan :
“…dan jalan yang ditempuh Saadah Alawiyyah.”
(Dua-duanya, baik Thariqah Syadziliyyah ataupun Alawiyyah berada dalam koridor Ahli Sunnah wal Jamaah)
Kitab Al-Bidh’ah Al-Muhammadiyyah, Al-Ustadz Alwi bin Muhammad Bilfagih, hal. 137-140, dalam bab Madzhab Al-Imam Al-Muhajir.
Di dalam buku tersebut, Ustadz Alwi menuliskan :
“Sungguh
teranglah bahwa madzhab Al-Imam Al-Muhajir adalah madzhab Asy-Syafi’i
dan tidak berseberangan dengan jalan yang ditempuh oleh para datuknya.
Menurut sumber-sumber sejarah di masa itu dikatakan bahwa beliau
menganut madzhab Imamiyyah. Akan tetapi menurut sumber-sumber yang lebih
dapat terpercaya, pendapat tersebut tidak dapat diterima. Apalagi ada
bukti yang lebih kuat bahwa putera beliau Abdulloh (terkenal dengan
Ubaidillah) berguru kepada Abu Thalib Al-Makki yang menganut faham Ahli
Sunnah. Bagaimana mungkin Al-Imam Al-Muhajir dikatakan bukan menganut
madzhab Asy-Syafi’i, padahal beliau adalah orang pertama yang
menyebarkan atau memasukkan madzhab Syafi’i ke Hadramaut setibanya
beliau disana.”
Menyingkap sifat-sifat aimmah Thariqah Alawiyyah
Kalam Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas
Mereka
salafunas sholeh lebih cenderung kepada merendahkan diri dengan hidup
sederhana dan mereka puas dengan hal itu, padahal mereka adalah para
aimmah (pemimpin) keluarga Bani Alawy. Mereka sebagai pemimpin thariqah
ini lebih menyukai untuk mengorbankan diri mereka sendiri demi
kepentingan orang lain sekalipun mereka mempunyai kebutuhan yang
mendesak.
Telah berkata
salah seorang ulama dari salafunas sholeh tentang keluarga Bani Alawy,
“Banyak dari mereka yang menjadi ulama-ulama besar dan iImam sebagai
panutan umat di jamannya. Sehingga tidak sedikit di antara mereka yang
kita kenal sebagai seorang Wali Allah yang mempunyai karomah. Hati
mereka itu tenggelam dalam lembah cinta kepada Allah SWT. Disamping itu
mereka mempunyai perhatian yang besar sekali terhadap kitab-kitab
karangan Al-Imam Al-Ghazaly, terutama kitab Ihya’, Al-Basith, Al-Wasith
dan Al-Wajiz. Lagipula tidak jarang dari mereka yang mencapai derajat
Al-Huffadz (orang yang banyak menghafal hadits-hadits Nabi SAW).”
Kalau kita
teliti sejarah mereka, setiap orang dari aslafunas sholihin berkhidmat
kepada orang-orang, makan bersama orang-orang miskin dan anak-anak yatim
piatu. Bahkan mereka memikul hajat orang-orang miskin dari pasar,
berjabat tangan kepada orang yang kaya dan yang miskin, para pejabat dan
rakyat jelata. Oleh karenanya, berkata Al-Imam Abdullah bin Alwi
Alhaddad, “Barang siapa yang melihat salah seorang dari mereka, begitu
menatap pandangannya kepada mereka, pasti akan merasa kagum akan
keanggunan budi pekerti mereka.” Telah diuraikan oleh salah seorang
ulama terkenal yaitu Al-Imam Ahmad bin Zain Alhabsyi bahwa dalam diri
mereka keluarga Bani Alawy terdapat ilmu dhohir dan batin.
Dalam segi
akidah, mereka tidak menyimpang walau seujung kaki semut pun dari akidah
Asy’ariyyah/Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan bermadzhabkan Syafi’i.
Mereka tidak terpengaruh oleh beraneka ragam bid’ah dan kerawanan
lilitan harta duniawi. Itulah sebagian daripada sifat-sifat aimmah Bani
Alawy dan masih banyak lagi sifat-sifat mereka jika kita mau meninjau
jejak mereka dan menyingkap lembaran hidup mereka.
[Diambil dari Al-'Alam An-Nibros, karya Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas, hal. 6-8, penerbit 'Isa Al-Khalabi Mesir]
Tanggung jawab para orangtua ‘Alawiyyin
Kalam Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas
1. Menjaga
putra-putri alawiyyin khususnya dan para generasi muda umumnya dari
sifat-sifat ambisi untuk mencari pengaruh dan pangkat/kedudukan yang di
puja-puji oleh semua orang. Sebagaimana sikap Nabi SAW terhadap para
sahabatnya seakan-akan seperti ayah mereka, beliau SAW tidak takut akan
kemiskinan yang bersifat duniawi yang akan menimpa mereka.
Telah berkata
Ath-Thiby ra., “Seorang ayah yang materialis (cinta kepada harta-harta
duniawi) khawatir apabila anaknya ditimpa miskin harta. Sedangkan ayah
yang religius (yang kuat pendidikan moral dan agamanya) khawatir apabila
anaknya miskin akan ilmu-ilmu agama.”
Sebagaimana hadits Nabi SAW yang diriwayatkan dari Abi Hurairah ra. :
“Celakalah
penyembah dinar dan dirham serta penyembah karpet dan selimut. Bila ia
diberi, rela dan senang, dan jika tidak ia diberi, tidak senang
(benci).”
Telah berkata seorang ulama besar di jamannya Hamdun Al-Qoshshor,
“Jika
berkumpul iblis dan bala tentaranya, mereka tidak gembira pada suatu hal
seperti kegembiraan mereka akan tiga perkara berikut :
Orang mukmin membunuh seorang mukmin.
Orang yang mati diatas kekafiran.
Orang yang hatinya ada rasa takut kepada kemiskinan harta.
2. Menjaga
putra-putri ‘Alawiyyin dari akidah-akidah yang bejat dan rusak serta
melarang mereka untuk memperbincangkan apa-apa yang terjadi di antara
para sahabat (rodhiyalloohu ‘anhum ajma’iin). Mereka bahkan mendambakan
putra-putrinya untuk berpegang teguh dengan apa yang ada dalam kitab
Ihya’, sebagaimana mereka telah mengamalkan apa yang ada di dalam kitab
tersebut. Sehingga berkata Al-Habib Abdurrahman Assegaf ra. :
“Barang siapa yang tidak menelaah kitab Ihya’, maka tidak ada pada dirinya rasa malu.”
[Diambil dari kitab Al-'Alam An-Nibroos, karangan Al-Imam Abdullah bin Alawi Al-Atthas, hal 15-20]
Anjuran kepada putra-putri ‘Alawiyyin
ra leluhur
yang saleh dan mulia, kita akan dibimbing kepada jalan yang penuh
petunjuk dari Allah SWT. Berkata Al-Imam Asy-Syeikh Abdullah bin Ahmad
Basaudan RA di dalam kitabnya Al-Futuuhah Al-Arsyiah, setelah
menyebutkan beberapa kitab yang terkarang dimana disana disebutkan
riwayat hidup para Saadah. Beliau berkata, “Pintasilah jalan yang penuh
cahaya sebagaimana yang telah dipaparkan dalam kitab Ihya Ulumiddin,
supaya anda tergolong dari orang-orang yang punya rasa malu, dan
pintasilah jalan hidayat dengan mengamalkan apa yang ada didalam kitab
Bidayatul Hidayah.”
Berkata
Sayyiduna Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Ja’far bin Ahmad bin Zein
Alhabsyi, “Qodho (ketetapan) itu tidak dapat dipungkiri, dan syariat
harus diikuti tanpa dikurangi dan ditambahi. Para imam kita keluarga
Bani Alawy telah melintasi jalur yang mulus dan jalan yang lurus.
Barangsiapa yang mencari aliran baru untuk dirinya sendiri atau untuk
putra-putrrinya dengan cara tidak menempuh di jalan para datuk-datuknya
yang saleh dan mulia, maka pada akhir umurnya ia akan menemui kekecewaan
dan kebinasaan.”
Mereka itulah
yang dikatakan sebagai golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang
dikategorikan pada golongan yang selamat bersama Nabi SAW. Mereka itulah
orang-orang yang bakal mendapat syafaat beliau SAW.
Berkata
Sayyiduna Al-Imam Al-Ahqof As-Sayyid Umar bin Saggaf Assaggaf kepada
anaknya, “Aku berpesan kepadamu, hendaklah kau bersungguh-sungguh
mengikuti perjalanan para Salafuna As-sholeh dari Ahlul Bait An-Nabawy,
terlebih-lebih dari keluarga Bani Alawy. Bersungguh – sungguhlah dan
bergiatlah dalam mengikuti perjalanan mereka niscaya kau akan sukses.”
[Diambil dari Al-'Alam An-Nibros, karya Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas, hal. 10-15, penerbit 'Isa Al-Khalabi Mesir]
Kepada ustadz baiquni.saya sarankan ubtuu jangan ragu mengatakan bahwa parbowpa adalah penerus nabi.
BalasHapus