Beliau adalah Syaikhuna, Murabbi Ruuhina, Al Imam, Al ‘Allaamah, Al
Faqih, Al Waro’, Az Zaahid, Al Mursyid, Al ‘Arif billaah, Ad Daalu
‘alaihi, Ad Daa’i ilallah bihaalihi wa maqoolih, Al Qudwah, Shohibul
Firosah Shodiqoh, Al Mukasyif bi nuurillah, Jammut Tawadhu’, Al Ab as
Syafiq, Dzul Haibah fin Nufus, Shohib al ‘ain an Nadhirah salah seorang
Ahlul bait nabi SAW, hal tersebut dapat dilihat dari nasab beliau yang
tersambung hingga Rasulullah SAW.
Al Habib As Sayyid Hasan bin Al Imam Al ‘Allamah Syaikhul islam Al Habib Al Qutub Abdullah bin Umar bin Ahmad bin Umar bin Ahmad bin Umar bin Ahmad bin Ali bin Husein bin Muhammad bin Ahmad bin Umar bin Alawy Asy Syathiri bin Al Faqih Ali bin Al Qhodi Ahmad bin Muhammad Asadullah fi ardih bin Hasan At Turobi bin Ali bin Al Ustadz Al A’zom Al Faqih Muqoddam Muhammad bin Ali bin Muhammad shohib Mirbath bin Ali Kholi’ qosam bin Alawy bin Muhammad maula as Som’ah bin Alawy maula Sumul bin Ubaidillah bin Al Muhajir ilallah Ahmad bin Isa Arrumi bin Muhammad An Naqib bin Ali Al ‘Uraidli bin Ja’far As Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Al Imam As Sajjaad Ali zainal Abidin bin Al Imam Husaein bin Al Imam Ali bin Abi Tholib Putra dari sayyidatina Fatimah Az Zahra putri Rasulullah SAW.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
لَوْ لاَ اْلمُرَبِّيْ مَا عَرَفْتُ رَبِّيْ
” Kalaulah bukan karena pendidik niscaya aku tak mengenal Tuhanku “
Al Habib Hasan dilahirkan dikota Tarim Hadromaut Yaman Selatan pada
tanggal 7 Jumadil Tsaniah 1346 H. Beberapa saat setelah kelahirannya,
ketika kakek beliau dari jalur ibunya Al Habib Abdurrahman bin Muhammad
Al Haddad hendak memberinya nama beliau berkata ” Hasan memiliki sirr
(rahasia keagungan) Syekh Abu Bakar As Sakran”.
Beliau tumbuh dan dibesarkan dikota Tarim, sejak kecil telah diasuh
dan dibimbing oleh ayahnya dengan didikan islami di tempat yang
lingkungannya sangat baik dan dikawasan pergaulan yang suasananya sangat
kental dengan nuansa keilmuan yang penuh dengan keberkahan dizaman yang
tampak jelas dinaungi oleh para sholihin dan ulama besar serta terkenal
yang mahir dalam bidang ilmu sehingga pada umur yang masih cukup muda
yaitu 11 th beliau telah menghapal al Quran seluruhnya, dan beliau
banyak mempelajari aneka bidang ilmu seperti: Tafsir Al Quran, Hadits An
Nabi SAW, Fiqh Syafi’i, Nahwu, Tasawwuf dan lain
sebagainya.
Beliau banyak menimba ilmu dari banyak guru
(masyayikh) dizamannya, baik dikota Tarim ataupun yang lainnya dan
kebanyakan dari guru-guru beliau adalah para murid utama ayahanda beliau
yaitu Al Imam Al ‘Allamah Syaikhul islam Al Habib Al Qutub Abdullah Asy
Syathiri yang merupakan salah seorang Syaikhul Ulama (gurunya para
guru) dinegri Hadromaut pengasuh Rubat Tarim yang dengan keberkahan
ilmunya telah mencetak lebih dari 13.000 ulama yang tersebar ke seluruh
penjuru dunia termasuk Indonesia.
Dan diantara guru – guru beliau ( Al Habib Hasan ) selain ayahandanya adalah :
- Al Imam Al Arif billah Al Habib Al Muhab Al Qutub Alawy bin Abdillah bin Syahab
- Al Imam Al Arif billah Al habib Al Qutub Ja’far bin Ahmad Al Idrus
- Asy Syaikhul ‘Allaamah Mahfudz bin Utsman Az Zabidi
- As Syaikhul ‘Allaamah Salim bin Sa’id Bukaiyir Baa Ghoitsan
- Al Imam Al ‘Allamah Al Muhaddits Diyar Haromain As Sayid Alawy bin ‘Abbas Al Maliki Makki Al Hasani
- Al Imam Al ‘Allamah Asy Syahid Al habib Muhammad bin Salim bin Hafiidz bin Syeikh Abu bakar bin Salim
- Al Habib Al ‘Allamah Umar bin ‘Alawy Al kaaf
- Asy Syeikh Umar bin ‘Awad Al Haddad
Dan masih banyak lagi guru – guru beliau dan para musnid dan mujiz
yang memberikan berbagai macam sanad serta ijazah kepada beliau yang
tidak kami sebutkan dalam biografi ( manaqib ) singkat ini.
Dalam asuhan dan didikan ayahandanya yang sangat disiplin, beliau
acapkali diajak menghadiri majlis – majlis ilmu dan di setiap penghujung
malam beliau diajak ayahandanya pergi ke masjid-masjid Tarim yang
berjumlah kurang lebih 360 masjid guna melaksakan qiyam lail ( Sholat
sunnah dimalam hari ), dan berziarah ke Zanbal makam Auliya’ dan ‘Inat
makam Syeikh Abu Bakar bin Salim. Setiap kali berziarah kemakam Syekh
Abu Bakar bin Salim Al Habib Abdullah bin Umar Asy Syathiri selalu
berkata : ” Wahai Syeikh Abu Bakar, sungguh aku telah mendidik dan
membimbing putramu Hasan bin Ismail, karena itu kumohon didik dan
bimbinglah putraku Hasan”. Tatkala ajal ayahandanya Al Habib Abdullah
bin Umar Asy Syathiri telah dekat dan usia beliau kala itu sekitar 14 tahun, ayahandanya mengumpulkan seluruh anggota keluarganya seraya berwasiat
“Wahai Mahdi… aku serahkan padamu tanggung jawab kepemimpinan Rubath
ini. Wahai Hasan… dan aku serahkan tanggung jawab kepemimpinan Rubath
ini setelah kakakmu Mahdi dan jangan pernah kau tinggalkan Al Quran”.
Ayahandanya wafat tatkata
Al Habib Hasan sedang mempelajari Tafsir darinya, ketika itu beliau
sampai pada tafsir ayat Al Quran. Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu.
Demikianlah isyarat kesempurnaan ilmu beliau yang tersirat lewat ayat
tersebut, sebagaimana turunnya ayat ini sebagai tanda telah sempurnanya
da’wah Rasulullah SAW pada Haji Wada’.
Kemudian beliau ( Al Habib Hasan Asy Syathiri ) berguru secara khusus
kepada Al Imam Al Arif billah Al Habib Al Muhab Al Qutub Alawy bin
Abdillah bin Syahab yang memiliki julukan ‘Ain Tarim ( Matanya kota
Tarim) sosok berkarisma dan memiliki wibawa serta tegas dalam berkata.
Sepenuh jiwa beliau serahkan dirinya kepada Al Habib Alawy guna dididik
dan dibina, beliaupun menyambutnya dengan penuh perhatian dan pendidikan
yang tiada henti, mengajarkannya cara melatih, mengembangkan dan
mengolah jiwa serta bagaimana mematikan sisi buruk jiwa manusia,
sehingga mencapai kedudukan Nafs Muthma-innah ( jiwa yang tenang ) guna
menjalin keharmonisan dunia dan akhirat.
Beliau sangat menjaga adab ketika duduk dimajlis – majlis ilmu
terkhusus dihadapan guru besar beliau Al Habib Alawy bin Abdillah bin
Syahab, tidaklah beliau pernah mengangkat kepala beliau, seakan –
akan terdapat seekor burung diatas kepalanya, bahkan tidaklah pernah
terdengar hembusan nafasnya, hal tersebutlah yang membuat Al habib Alawy
bin Syahab begitu sayang terhadap beliau. Pernah satu ketika Al Habib
Alawy memuji Beliau ( Al Habib Hasan AsySyathiri ) dengan mengatakan
kepada rekan-rekannya :” Hasan bin Abdullah Asy Syathiri adalah putra
ruhku”, dan ketika didepan Al Habib Alawy beliau kehabisan suara tatkala
sedang membacakan qosidah, Al Habib Alawy berkata: ” Dia perlu diberi
gula, tetapi gulanya harus langsung dari Al Faqih Muqoddam”.
Dan dengan perintah serta isyarat dari Al Habib Alawy lah beliau
memimpin majlis- majlis ilmu yang dihadiri oleh para Mufti dan Ulama,
pada ketika itu beliau masih berusia 17 tahun usia yang sangat muda
untuk memimpin majlis yang dihadiri para mufti dan ulama. Dan sungguh
merupakan anugrah yang Allah berikan kepada beliau, tatkala beberapa
saat sebelum gurunya ( Al habib Alawy bin Abdillah bin Syahab ) wafat,
Beliau ( Al Habib Hasan AsySyathiri ) ketika itu dalam keadaan tertidur
sedangkan Al Habib Alawy berada dirumahnya . Dalam tidurnya Beliau ( Al
Habib Hasan AsySyathiri ) bermimpi melihat Al Habib Alawy tengah duduk
diatas pembaringannya, lalu Al Habib Alawy berkata: “Wahai Hasan…aku
akan bangkit dari tempat ini, dan sekarang duduklah engkau ditempatku
ini”.
Setelah itu Beliau ( Al Habib Hasan AsySyathiri ) terbangun dari
tidurnya dan beliau mendengar berita duka wafatnya Al Habib Alawy bin
Syahab, dan dari mimpinya tersebut beliau menyadari betul bahwa
beliaulah khalifah (pengganti) pelanjut Al Habib Alawy dalam menjaga
amanah peradaban kota Tarim. Hal tersebut beliau buktikan dengan
tegasnya beliau dalam menentang masuknya paham – paham atau tradisi –
tradisi baru yang merubah apa yang telah ditetapkan dan di lestarikan
oleh para leluhurnya, dengan penuh wibawa dan ketawadluan beliau
mengatakan : “Ini bukan kota ku, ini kota sayyid Faqih Muqoddam, kota
para leluhurku, kita tidak berhak merubahnya, jika aku merusaknya dengan
merubah tradisi mereka, maka sungguh aku malu berjumpa mereka ketika
aku kembali nanti”.
Akhlak, suluk, ilmu dan amal beliau merupakan cermin Ulama salaf (
terdahulu yang berpegang kuat ajaran Rasulullah SAW ) yang terdapat
dalam dirinya, membuahkan suri tauladan baik untuk para manusia yang
ingin mengikuti jejak Rasulullah SAW. Itu semua terlukis dengan
prilakunya dalam melaksanakan yang fardlu dan sunnah, beliau sangat
tawadlu’ ( rendah hati ), welas asih terhadap semua makhluk, tidak
senang dengan ketenaran ( popularitas ). Dalam mendidik dan mengajarpun
beliau sangat berpegang teguh pada metode para salaf, memulai dengan
yang dasar kemudian sedang lalu yang mendalam.
Pendidikan dan ajarannya bukan hanya lewat kata-kata yang beliau
ucapkan, melainkan dengan perbuatannya yang sangat terpuji. Diantara
akhlak beliau yang sangat welas asih adalah ketika di Rubath ada seorang
pencuri yang tertangkap, lalu dipukuli hingga babak belur, saat beliau
mendengar hal tersebut beliau pun datang ke Rubat yang saat itu para
pelajar sedang menghadiri perkumpulan mingguan guna mendengar nasihat
dan peraturan –peraturan yang berlaku di Rubat serta evaluasi – evaluasi
pendidikan ilmiyah dan amaliyah yang telah berjalan.
Setelah bertanya siapa yang telah memukuli orang tersebut hingga
babak belur dan beberapa orang mengaku mengajukan diri mereka beliaupun
dengan wajah memerah, suara agak tinggi berkata :” Siapa kalian?
Sehingga berhak memukuli orang ini hingga babak belur” diantara mereka
ada yang menyahut ” Dia telah mencuri ya Habiib” Beliaupun berkata
“Lantas apa dia patut untuk dipukul? Apa dia budak sahayamu? Bukan
begitu memperlakukan yang salah wahai anak-anakku”. Beliau sangat
menginginkan kebahagiaan dan kebaikan pada setiap orang terkhusus
anak-anak didiknya dan sangat tidak menginginkan keburukan terjadi atau
ada pada diri mereka, sehingga tak pernah bosan beliau memberikan
peringatan dan semangat lewat nasehat-nasehatnya yang sangat menyentuh
qalbu.
Diantaranya beliau mengatakan ” Wahai anakku, makanlah dari hasil usahamu dan jangan kau makan dengan menjual agamamu”, dan ketika salah seorang pelajar yang hendak pulang ke Indonesia meminta wasiat darinya, beliaupun berkata “Perbanyaklah engkau bersujud dan mintalah ikhlas kepada Allah SWT, dan pendamlah dirimu ditempat yang orang tak mengenalmu”. Beliaupun selalu mengatakan ” Janganlah kalian menjadi orang yang banyak disanjung namun engkau memiliki cela yang terselubung”
“Jadikanlah adabmu seperti tepung dan ilmumu laksana garam” “Cinta tak butuh dekatnya jarak namun dekat membutuhkan cinta” “Yaa Ikhwaanii..Wahai saudara-saudaraku.. cukuplah bagi kalian mengamalkan apa yang terdapat didalam kitab Bidayatul Hidayah Milik Al Imam Al Ghozali” “Janganlah kalian sedih dengan mimpi-mimpi buruk yang padahal kalian telah banyak berbuat keta’atan, karena hal tersebut merupakan pendidikan untuk jiwamu, mimpi-mimpi indah tak berarti apa-apa bila seseorang tersebut terlena oleh mimpi dan terus tenggelam dalam ma’siat” “Penuhilah hak-hak orang, dan janganlah kau menuntut hakmu dari mereka, bantulah orang yang meminta bantuan padamu semampumu” ” Kesolehan seseorang tidaklah dilihat dari imamah ( ikat kepala ) yang besaratau sorban yang lebar dan bukan pula kepandaian berbicara diatas mimbar”.
“Jadikanlah adabmu seperti tepung dan ilmumu laksana garam” “Cinta tak butuh dekatnya jarak namun dekat membutuhkan cinta” “Yaa Ikhwaanii..Wahai saudara-saudaraku.. cukuplah bagi kalian mengamalkan apa yang terdapat didalam kitab Bidayatul Hidayah Milik Al Imam Al Ghozali” “Janganlah kalian sedih dengan mimpi-mimpi buruk yang padahal kalian telah banyak berbuat keta’atan, karena hal tersebut merupakan pendidikan untuk jiwamu, mimpi-mimpi indah tak berarti apa-apa bila seseorang tersebut terlena oleh mimpi dan terus tenggelam dalam ma’siat” “Penuhilah hak-hak orang, dan janganlah kau menuntut hakmu dari mereka, bantulah orang yang meminta bantuan padamu semampumu” ” Kesolehan seseorang tidaklah dilihat dari imamah ( ikat kepala ) yang besaratau sorban yang lebar dan bukan pula kepandaian berbicara diatas mimbar”.
Begitu banyak mutiara nasehatnya yang diberikan secara tulus kepada
para santri dan orang yang meminta wasiat ataupun nasehat kepada beliau.
Dikisahkan bahwa ketika tubuh beliau terasa sakit, murid tersayangnya
pun pergi dan membawa seseorang guna memijat tubuh beliau, ketika
pemuda tersebut memegang kaki beliau, beliaupun bertanya ” Siapa namamu? Dari mana asalmu? Dan sudah berapa lama engkau bekerja sebagai tukang pijat di Tarim?”
Pemuda itupun menjawab bahwa ia berasal dari Indonesia dan saat ini
menetap di Tarim sebagai seorang pelajar. Beliaupun terkejut lalu
menegur murid beliau dengan keras seraya berkata “Menyuruh seorang
penuntut ilmu yang datang dari jauh untuk memijat adalah sesuatu yang
terlarang, itu merupakan pemerkosaan hak yang dosanya amat besar..
Jangan pernah engkau mengulanginya lagi”.
Tatkala beliau mendapat banyak sanjungan dan pujian beliaupun dengan penuh ketawadlu’an ( rendah hati ) berkata “Saya senang tapi saya tidak pernah terlena dengan pujian itu”, beliaupun menegaskan dalam bait-bait qasidah yang beliau buat sendiri dengan ungkapan sebagai berikut “Kalian
telah memuliakanku dengan sesuatu yang tidak pernah kuperkirakan,
sedang pemilik kemurahan (Allah SWT) selalu memberi melebihi apa yang
diperkirakan”
“Ini adalah anugerah yang kuperoleh tanpa bersusah payah untuk mencarinya, itu semata-mata murni karuniaYang Maha Kuasa”.
“Umurku semua habis dalam kesia-siaan yang tidak berguna, begitulah keadaanku seterusnya wahai keluargaku”
“Inilah kebanggaanku, bukan dengan keagungan dan kekayaan. Adapun
kekayaan dunia cukup hanya untuk menutupi kebutuhan sehari-hari”.
Adapun keistimewaan-keistimewaan yang Allah SWT berikan kepada beliau
berupa karomah amatlah banyak, diantaranya adalah firasat beliau yang
sangat tajam, dimana ketika beliau usai mengadakan pengajian sore
dimasjid Babtinah yang terletak berdampingan dengan Rubath, seorang
santri yang bersalaman dan mencium tangan beliau, beliaupun memegang
tangan pemuda tersebut seraya bertanya “Engkau dari mana?” pemuda
tersebut menjawab “dari tempat renang ya Habib” Habib pun bertanya
“Engkau merokok?” pemuda itu pun menjawab dengan berbohong “tidak ya
habib, saya tidak merokok” dengan tersenyum beliau berkata “Jangan
engkau takut kepadaku wahai saudaraku,takutlah engkau pada Allah” sambil
malu malu pemuda itu hanya bisa berkata ” Iya Habib Iya”.
Inilah sekelumit keluhuran budi akhlak, pendidikan dan ajaran serta perjalanan hidup beliau. Beliaupun wafat pada hari Jum’at tepat ketika adzan Jum’at
berkumandang tanggal 11 Rabi’ul Awwal 1425H, bertepatan dengan dengan
tanggal 30 April 2004M di kota Abu Dhobi Uni Emirat Arab, dan
dikebumikan di Zanbal Tarim bersama para leluhurnya.
Demikianlah manaqib singkat ini Al Faqir buat dan bacakan pada saat
ini, semoga Allah merahmati kita semua Bijahi hadza nnabi wa bibarkati
hadzal wali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar