OLEH: HAMID JA`FAR AL
QADRI
Kebutuhan manusia akan kebahagiaan adalah kebutuhan
naluri yang tidak bisa diingkari, namun semakin lama manusia sepertinya semakin
sulit untuk meraihnya. Setiap hari bahkan setiap jam kita mendengar bahwa
seseorang telah gagal dalam meraih kebahagiaan, sehingga dia harus melampiaskan
keinginannya tersebut dengan pekerjaan yang keji, seperti tindak Pidana dan
Amoral. Setiap orang yang berakal sehat sepakat bahwa kunci kebahagiaan adalah
melaksanakan ajaran Islam. Dan semua orang sepakat bahwa keberhasilan hidup
manusia di dalam meraih tujuannya tidak lepas dari prinsip hidupnya,
pendidikan, lingkungan dan pergaulannya. Hal ini bukan berarti kita menafikan
Qada`dan Qadar Allah. Pada tulisan ini penulis mencoba untuk mengungkapkan
Manhaj Madrasah Hadramaut di dalam meraih tujuan hidup manusia.
Pegangan hidup
DR. Musthafa Hasan Al Badawi dalam karyanya yang
berjudul Al Imam Al Hadad mujadid Qarn Tsani ‘Asyar hijriyah (Abad 12 H)
memberi sebuah judul pada fasal pertama dengan judul safinatu nuh (bahtera
nuh). Judul ini berasal dari hadits nabi yang berbunyi :
“ketahuilah sesungguhnya perumpamaan keluargaku pada
kalian seperti bahtera nuh pada umatnya, barang siapa yang menaikinya maka akan
selamat dan barang siapa yang tidak menaikinya maka akan tenggelam” 1)
Selanjutnya beliau berkata menanggapi Hadits ini;
begitulah Rasulullah saw mensifati Ahli baitnya, dan nabi saw mendapatkan semua
kalimat, kata katanya singkat namun padat maknanya, tidak berkata sia-sia sama
sekali, setiap kata kata baginda Rasul SAW pasti ada faidahnya bagi kaum
muslimin baik yang telah lampau atau yang akan datang. Bagaimana seharusnya
kita memahami hadits ini? Apa tujuan kata kata baginda nabi barang siapa yang
menaiki akan selamat dan yang tidak menaiki akan tenggelam. 2)
Pertanyaan semacam ini pantas dilontarkan sebagai
pancingan bagi kaum muslimin untuk berfikir dan kembali untuk mengambil Manhaj
Nabawi ini, mengingat banyak dari kaum muslimin yang kurang mengerti dan bahkan
tidak mengetahui akan hal penting ini, sehingga tidak sedikit dari Umat Islam
yang tersesat dalam pengaruh Madrasah I`lamiah (Media masa) yang diprakarsai
oleh Yahudi, lantaran kurang memperhatikan Manhaj Nabinya. Dalam meraih
kebahagiaan hidup yang sesungguhnya Islam (baca; Rasulullah) telah mengajarkan
pada umatnya untuk berpegang teguh pada dua perkara. Yang pertama adalah
Al-Quran dan yang kedua adalah Ahlu Bait. Itulah salah satu dari Isyarat Nabi
dalam Hadits Bahtera Nuh tadi. Dalam hal ini terdapat nas-nas yang jelas baik
dari Al Quran atau dari Hadits Nabi. Tsaalabi meriwayatkan dari salah satu Imam
Ahlu Bait yaitu Imam Ja’far As Shadiq bin Muhammad Al Baqir di dalam menafsiri
Firman Allah, Wa’tashimu bihablillahi jamii’an wala tafarraqu (Berpegang
teguhlah pada Tali Allah dan jangan berpecah belah. Ali Imran: 103). Imam
Ja’far Shadiq berkata ” Kamilah tali Allah tersebut”.3)
Imam Al Baghawy berkata dengan mengutip riwayat Abu
Aliah dalam menafsiri Ayat” Tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus, yaitu
jalan orang-orang yang kau beri kenikmatan” ( Al Fatihah 6-7 ) ” Mereka adalah
keluarga Rasulullah, Abu Bakar dan Umar ” Adapun Hadits-hadits yang menunjukkan
akan kewajiban berpegang teguh pada Al Quran dan Ahlu Bait sangat banyak, di
antaranya adalah Hadits Mutawatir yang diriwayatkan oleh Muhadditsin dangan
lafadz-lafadz yang berbeda. Di antaranya adalah sabda Baginda Nabi SAW:
“Aku meninggalkan pada kalian Dua perkara, barang siapa
yang berpegang teguh pada keduanya maka tidak akan tersesat sepeninggalku,
yaitu Kitabullah yang terbentang dari langit ke bumi dan keturunanku, Ahlu
Baitku, keduanya tidak akan berpisah hingga kembali ke Haud (Telaga). 4)
Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Dzat yang maha mengetahui mengabarkanku bahwa
keduanya (Al Qur`an dan Ahlul Bait ) tidak akan terpisah hingga kembali ke
Haud, sesungguhnya kalian tidak akan tersesat selagi berpegang kepada keduanya,
belajarlah kepada mereka dan jangan mengajari mereka”
Ibnu hajar Al Haitami berkata dalam kitab Shawaiqul
Muhriqahnya: yang dimaksud dengan belajar pada mereka adalah belajar pada orang
orang yang alim terhadap kitab dan sunah dari karangan mereka karena mereka
tidak berpisah dengan Al Qur`an hingga hari nanti, itulah keistimewaan mereka,
dan Allah memuliakan mereka dengan kekeramatan yang luar biasa dan beberapa
keistimewaan. 5)
Oleh sebab itulah ulama Salaf mulai dari para sahabat
hingga aimmatul madzahib senantiasa merujuk dan kembali pada Ahlul Bait. Bukan
hanya itu ulama menganggap tidak sempurna Ilmu seseorang tanpa adanya
sanad/silsilah yang bersambung pada Ahlul Bait atau pada orang yang bersambung
pada mereka. Ambil saja contoh para Imam Madzahib Arba`ah. Imam Ahmad bin
Hambal misalnya pendiri madzhab hambali belajar pada Imam Syafi’i, dan Imam
Syafi’i belajar pada Imam Malik, Imam Malik belajar pada Imam Abu Hanifah
sedangkan Imam Abu Hanifah belajar kepada Imam Ja`far Shadiq. Sampai sampai Abu
Hanifah berkata “seandainya bukan karena dua tahun (masa belajar beliau kepada
Imam Ja`far Shadiq) maka binasalah Nu`man (Abu Hanifah An Nu`man).” Begitu pula
dalam dunia Tasawwuf, setiap Thariqah sufi yang Mu’tabarah kebanyakan silsilah
sanadnya kembali pada dua orang yaitu Hasan Al Bashri dan Imam Junaid Al
Baghdadi. Hasan Al Bashri adalah salah satu dari orang yang berhasil dalam
didikan Imam Ali Bin Abi Thalib. Sedangkan Imam Junaid adalah murid Siri As
Saqhthi, sedangkan Siri As Shaqthi di didik oleh Ma’ruf Al Karakhi dan Ma’ruf
Al Karakhi masuk Islam dan belajar pada Imam Ali Ar Ridlo bin Musa Al Kazhim
bin Ja’far Shadiq. Adapun tokoh-tokoh sufi dan para pendiri Thariqah Mu’tabarah
sunni pasca Al Junaid mayoritas adalah Ahlu Bait, seperti Syekh Abdul Qadir
Jailani pendiri Thariqah Qadariah, Syekh Bahauddin Naqsyabandi pendiri Thariqah
Naqsyabandiah, Abu Hasan As Syadzili, Ahmad Al Badawi, Ahmad Ar Rifa’i, Syekh
As Sanusi dan lain-lain. Itulah bukti sejarah yang me-nunjukkan bahwa Ahlu Bait
senantiasa dibutuhkan dan tidak bisa dilepaskan oleh Umat Islam. Hal ini juga
sebagai bukti akan isyarat Baginda Rasulullah SAW tadi, disamping itu Ahlu Bait
memang Ahli dan mempunyai kemampuan dalam kepe- mimpinan, coba kita perhatikan
ketetapan Hukum Fiqih, kenapa Ahlu Bait berhak mendapat bagian dalam Harta
Ghanimah ( rampasan perang )? Sayid Muhammad As Syathiri berkata dalam
menanggapi masalah ini ” Mereka berhak mendapatkan harta Ghanimah dan
sejenisnya, karena ada dua alasan, Pertama karena kedekatan mereka dengan
Rasulullah SAW, Kedua Agar mereka bisa berkonsentrasi didalam memimpin, baik
kepemimpinan dalam keilmuan atau kepemimpinan militer dan sejenisnya.” 6).
Dari itulah Al Imam Haddad berkata dalam qosidah
Ainiahnyah 7) setelah memuji dan menceritakan sejarah beberapa Ulama’ Ahlu bait
dari kalangan Alawiyyin. Mereka kaum yang banyak dan baik sebagaimana telah
didoakan kakeknya di malam pengantin
(Ali bin Abi Thalib & Fatimah Az Zahra) Rumah tangga Nubuwah,
Futuah (Berakhlaq baik, Jujur) pemberi petunjuk dan Ilmu di masa lampau atau
yang akan datang.
Rumah kemuliaan, kebahagiaan, ibadah dan semua kebaikan.
Rumah Imamah (Panutan), Ziamah (kepemimpinan) Zihamah dan pemberi
kedamaian bagi yang ketakutan.
Imam Al Haddad juga berkata dalam Qasidah yang lain
Keluarga Rasulullah adalah keluarga yang suci, mencintai mereka
hukumnya wajib sebagaimana juga menyayangi mereka.
Mereka pembawa sir setelah
Nabi-nya. mereka juga pewarisnya maka mulyakanlah para pewaris itu.
Dengan dasar itulah Madrasah Hadramaut didirikan sehingga tidak akan
bingung dan tersesat orang yang mengikutinya.
Latar Belakang Manhaj
Madrasah Hadramaut.
Bukan hal asing lagi bagi manusia, bahwa keberadaan
dunia ini semakin lama semakin tidak karuan, meski beberapa kemajuan telah
dicapai. Dalam dunia Islam kedamaian dan hakikat ajaran Islam hanya dicapai di
masa Nabi dan Khulafaurrasyidin, setelah itu mulai tampak pemisahan antara
Agama dan Negara.9)
Di saat hukum Agama mulai tidak berdaya dihadapan para
penguasa, di situlah Ahlu Bait dituntut untuk mengadakan pengorbanan untuk
menanamkan Manhaj yang benar bagi orang-orang setelahnya. Disini Muncul dua
orang Imam besar yaitu Imam Hasan Al Mujtaba dan Imam Husain, yang berkorban
demi menanamkan Manhaj Ahlu Bait.
Pengorbanan pertama dilakukan oleh Imam Hasan yang rela
melepaskan kekuasannya, pindah pada sistem pemerintahan Islam yang lain dari
sebelumnya. Dari pengorbanan inilah beliau dan pengikutnya bisa menjaga diri,
Akidah, Suluk dan Pendidikan.
Pengorbanan kedua dilakukan oleh Imam Husain As Syahid
yang rela menjadi bahan percobaan, agar terbukti bahwa mayoritas manusia rela
dengan kenyataan meski harus menyia-nyiakan hak dan kebenaran. Dari sikap ini
menunjukkan bahwa bersama Ahlu Bait tidak sampai pada batasan pengorbanan, akan
tetapi berhenti pada batas Wila’ (mencintai) Berhubungan dan Istimdad
(mengambil berkah) 10).
Dari dua sikap inilah timbulnya Manhaj Ahlu Bait. Dan
dari keduanya pula bercabang beberapa sikap yang di antaranya adalah sikap
zuhud yang di istilahkan dengan Tasawwuf, sikap ini adalah sikap akhlak Islami
di dalam melawan penentang kebenaran. Di antara tokoh tokoh madrasah ini adalah
Imam Ali Zainal Abidin, Imam Ja`far As Shadiq, Imam Muhammad Al-Bagir, Imam Ali
Al Uraidi. Mereka mengangkat Syiar Faqr (butuh) kepada Allah SWT dan mereka
menghadap kepada inayah dengan Ilmu dan amal. Di samping itu mereka juga Zuhud
dari gemerlapnya dunia dan kekuasan politik, namun meski begitu mereka dan para
pengikutnya tidak selamat dari gangguan dan permusuhan di mana saja. Mereka
tidak bebas bergerak dan berdakwah didalam menyebarkan Ajaran Islam, sehingga
para Ulama’ yang masih setia dan menjaga ajaran dan Madrasah meraka pun tidak
luput dari cobaan dan pengebirian serta tekanan dalam berkarya, seperti Abu
Hanifah, Imam Malik dan yang lain. 11).
Tekanan semacam ini terjadi dipusat-pusat kota Islam dan terus
berlangsung hingga saat ini meski bentuk dan formatnya berbeda. Pada abad ke-4
Hijriyah salah satu dari Imam Ahlu Bait yaitu Imam Ahmad bin Isa Hijrah dari
Basrah ke Hadramaut demi menjaga dan memperbaharui Manhaj yang sudah
ditetapakan oleh pen- dahulunya, setelah Hijrahnya beliau inilah Madarasah
Hadramaut berdiri.
Madrasah Ahlu Bait secara umum di manapun berada
terbangun dari tiga asas yang dari ketiganya inilah nanti timbul beberapa
Manhaj:
Mencintai Ahlu Bait tanpa memusuhi kelompok tertentu.
Bermadzhab dalam Fiqih (madzhab Ahlu Sunnah wal jamaah)
Tasawwuf Islami sebagai Madrasah Akhlak 12)
Relefansi Madrasah
Hadramaut
Sejak pertumbuhannya, umat Islam senantiasa digoyang
permasalahan dari beberapa penjuru baik dari umat Islam itu sendiri atau dari
pihak luar, seperti gerakan Zionis dan Salibisme yang keduanya tidak akan
pernah berhenti sebelum umat islam tunduk pada agama mereka, sebagaimana telah
diisyaratkan oleh Al Quran. Dewasa ini Orentalis dan Misionaris setelah
kegagalan mereka dalam perang salib menerabkan beberapa gerak kan politik, di
antaranya adalah politik “pisahkan maka kau akan menguasai ” , merusak hukum
dan gerakan ekonomi Usaha ini membuahkan beberapa hasil di antaranya adalah:
Runtuhnya dinasti Utsmaniah di Turki yang merupakan
akhir kerajaan Islam yang mampu menyatukan bendera politik Islam. Bukan hanya
itu kerajaan Utsmaniah juga membawa bendera cinta Ahlu bait, Tasawwuf dan
ajaran Ahlu Sunnah Wal Jamaah.
Tersebarnya Ajaran Sekuler di Dunia Islam, sehingga rasa
tanggung jawab Umat Islam pada agamanya, semakin menipis, saat ini imej yang
berkembang di kalangan Kaum Muslimin adalah memisahkan tugas-tugas keagamaan
dengan tugas yang lain, sehingga setiap orang hanya bertanggung jawab pada
tugasnya masing-masing. Disini akan terpisah antara Profesi dengan Agama, sehingga
kita temukan istilah tokoh agama, tokoh politik, tokoh ekonomi, tokoh sosial
dan lain lain, menurut bidang yang di tekuni. Disaat seperti ini seseorang yang
memasuki jenjang pendidikan, dalam hatinya hanya akan berpikir, bagaimana dia
berhasil menguasai bidangnya dan mendapatkan pekerjaan sesuai dengan bidangnya,
meski pendidikan yang dia masuki adalah lembaga pendidikan Agama seperti
Pesantren, Sekolah- sekolah Agama atau Perguruan Tinggi Keagamaan. Dari sebab
ini banyak kaum Muslimin yang tidak peduli terhadap urusan agamanya dengan
alasan “itu bukan bidang saya”. Sedangkan yang punya kepedulianpun hanya karena
alasan profesi dan disiplin Ilmu yang dia miliki, mereka berkata “karena saya
lulusan pesantren, atau itu profesi saya sebagai seorang Ustadz”. Berbeda
dengan Madrasah Hadramaut yang sejak dini telah menanamkan rasa tanggung jawab
sebelum mereka memasuki tugas dan bidang masing-masing, sehingga akan terlihat
setiap orang yang bersambung dengan Madrasah ini adalah Da’i ilallah dengan
Ilmu, Amal, Wara’ dan Ikhlas, meski latar belakang pendidikan dan profesinya
berbeda. Dan yang patut disayangkan metode ini telah dipakai oleh orang-orang
Nasrani. Dalam komunitas mereka terdengar slogan ” jadilah Mesionaris sebelum
engkau menjadi Arsitek, Dokter atau Pengajar “. Berbeda dengan kaum muslimin
saat ini yang menjadikan da’wah hanya sebagai Profesi.
Terpecahnya Umat Islam menjadi beberapa kelompok. Hal
ini menyebabkan Fanatik golongan dan kelompok, sehingga timbul pengkafiran dari
kelompok tertentu pada kelompok lain yang tidak sepaham dalam Manhaj. Dan para
Da’i cenderung mengajak manusia pada Manhaj dan Golongannya dalam da’wahnya. Di
saat seperti inilah kadangkala muncul kepentingan orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Dalam masalah ini Madrasah yang didirikan oleh Imam Ahmad Al
Muhajir ini sejak dini telah menutup timbulnya Fanatik Manhaji. Salah satu
tokoh dari mereka mengatakan saat ditanya tentang Thariqah Alawiyah (baca;
Manhaj Madrasah Hadramaut) ” Thariqah kami tidak lain adalah Al Quran dan Sunnah”.
Di samping itu Madrasah ini tidak mengangkat bendera dan nama tertentu, karena
mereka tidak peduli dengan dengan simbol-simbol yang terkesan sektarian dan
mengistimewakan diri. Mereka lebih mengutamakan subtansi dan kerja nyata dari
pada simbol-simbol dan istilah lahiriah, sebagaimana telah di isyaratkan oleh
Habib Thahir bin Husain bin Thahir 13) Habib Ahmad bin Hasan Al Atthos berkata”
tariqah alawiyah bisa kau katakan dengan Istilah Salamah dan Istiqamah atau
Takhalli dan Tahalli 14) Adapun Istilah yang terkenal saat ini seperti Thariqah
Alawiyah. Madrasah Hadramaut, Ajaran salaf dan Istilah-istilah yang lain,
hanyalah sebagai tanda pengenal sehinga tidak ada pengkaburan antara Manhaj ini
dengan Manhaj lain yang berbeda secara subtansi dari Manhaj-manhaj dan gerakan
yang mengatas namakan Islam. Dari itulah Madrasah ini senantiasa eksis dan
relefan bagi siapa pun, di mana pun dan kapan pun, karena Madrasah ini memang
didirikan untuk menjawab kebutuhan manusia sepanjang masa.
Lima Prinsip dalam membentuk
kepribadian.
Dalam Madrasah Hadramaut terdapat lima prinsip dalam menjalani kehidupan, yaitu
Ilmu, Amal, Ikhlas, Wara’ dan Khouf. Kelima prinsip ini kalau tertanam dalam
pribadi seseorang maka akan sukses dunia dan Akhirat, bukan hanya pribadi, keluarga,
masyarakat bahkan negara kalau memegang prinsip ini maka kesuksesan akan
dicapai. Penanaman lima
prinsip ini merupakan langkah yang berani sebab dengannya terkorbankan beberapa
kepentingan. Langkah para pendiri dan tokoh Madrasah Hadramaut dalam memilih
prinsip ini bertujuan untuk membentuk Kerajaan Akhlaq dalam Dunia Islam, sebab
hanya kekuatan Akhlaq Islamiahlah yang dapat menjadi penyeimbang Kerajaan
Politik. Dalam perjalanan sejarah, kedzaliman dan kebohongan tidak lepas dari
ulah penguasa dan tokoh politik, sehingga kemaslahatan dan akhlak rakyat hancur
dan rusak. Di saat seperti itulah orang-orang yang shidiq terhadap Allah
dituntut untuk berkorban di dalam mendirikan Kerajaan Akhlaq sebagai perlawanan
terhadap kedzaliman dan kebejatan. Langkah ini diproklamirkan oleh Imam Muhajir
dengan meninggalkan kampung halaman yang penuh dengan kemak- muran menuju
Hadramaut yang miskin dan gersang, langkah ini juga di mantapkan oleh Faqihul
Muqaddam dengan mematahkan pedangnya, dan mengadakan kesepakatan dengan Syekh
Isa Al Amudi didalam menyebarkan Lima Prinsip ini di Hadramaut dan Dunia Islam.
Kesimpulan.
Dari langkah-langkah ini Manhaj dan Ajaran Madrasah ini
dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Mengagungkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW, dengan mempelajari, menjaga dan mengamalkan.
- Memperhatikan dan bersungguh-sungguh didalam Ilmu Muamalah atau Akhlak (Baik dengan tuhannya, dirinya atau orang lain) dengan mempelajari, mempraktekkan dan merasakan (dzauq). Dalam hal ini mereka lebih menyukai Kitab-kitab Al Ghazali baik dalam Fiqih dan Tasawwuf.
- Menjadikan Dakwah sebagai jalan hidupnya kapan dan di mana pun mereka berada. Hal ini mereka lakukan dengan mengadakan Majlis taklim, mendirikan pondok-pondok pesantren, membangun masjid, mengadakan perjalanan Da’wah keseluruh penjuru dunia dan lain-lain.
- Membagi dan mengatur waktu untuk Ilmu, Ibadah dan pengabdian. sesuai dengan Sunnah.
- Mengedepankan Rendah diri dan berakhlaq Nabawi di dalam berinteraksi dengan sesama. Qanaah dalam urusan dunia.
- Tenggelam dalam Mahabbah pada Allah dan Rasulnya, tidak berpaling pada gemerlapnya dunia.
- Bermujahadah di dalam beribadah pada Allah. Lihat dalam sejarah mereka, bagaimana Ibadah mereka.
- Menziarahi kaum Shalihin baik yang masih hidup atau yang sudah Wafat.
- Zuhud pada dunia dan kekuasaan, mereka rela dengan apa adanya di dalam makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
- Mendahulukan mencari rizqi yang halal dari kepentingan yang lain.
- Menjaga pendidikan dan pergaulan anak-anak dan keluarga. Jika semua ini diaplikasikan dalam kehidupan seorang Muslim maka segala permasalahan akan terselesaikan. Baik yang ditimbulkan oleh Hawa Nafsunya sendiri, atau dari kaum Kafir atau dari pihak Muslimin sendiri. Dan dengan kembalinya para Alawiyyin dan para pencintanya kepada Manhaj para salaf (pendahulu) nya maka kedamaian di Indonesia bahkan di dunia akan tercapai. Setiap sesuatu ada hatinya, sedangkan hati Umat Rasulullah adalah Ahlu Bait, apabila Ahlu Bait baik maka Umat pun akan baik.
Ta’liqaat
- HR. Tirmidzi dan Al Hakim
- Lihat Dr. Mustafa Hasan Al Badawi dalam karyanya Imam Al Haddad Mujaddid Qarn Tsani asar Hijri, Hal 11.
- Lihat Rasyfatu As shadi karya Habib Abu Bakar bin Abdurrahman Ibn Syahab. Hal : 70
- Ibit
- Dalam Riwayat lain Rasulullah bersabda ” Jangan mendahului keduanya maka kalian akan celaka dan jangan meremehkan keduanya maka kalian akan celaka serta jangan mengajari mereka karena mereka lebih tahu dari kalian” HR Tabrani dalam kitab Mu’jam Al Kabirnya. Lihat Durarun Naqiah karya Syeh Muhammad bin Said Ba Fashil. Tahqiq Sayyid Zaid bin Abdullah Bin Yahya.Hal: 74.
- Lihat Syarah Yaqut Nafis karya Sayyid Muhammad Asyathiri. Hal 325
- Qasidah yang Qafiahnya (huruf akhir) berupa huruf Ain, Qasidah ini di telah di Syarahi oleh Habib Ahmad bin Zain Al Habsyi.
- Arti secara harfiah adalah Rahasia. Menurut istilah sufi adalah Ilmu dan pengetahuan yang dalam, yang didapatkan dari Allah secara Ilham. Lihat Syarah Hikam Ibn Athaillah karya Abdul Majid As Syarnubi. Hal : 327.
- Al Munasarah Wal Muazarah Karya Sayyid Abu Bakar Al Adni bin Ali Al Masyhur Hal: 26-27
- Ibit
- Ibit
- Al Munasarah Wal Muazarah Karya Sayyid Abu Bakar Al Adni bin Ali Al Masyhur Hal: 36
- Muqaddimah Khulashatul Madad An Nabawiy tentang Thariqah Alawiyah : karya Al Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz
- Takhalli adalah membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela. Tahalli adalah menghiasi diri dengan sifat-sifat yang terpuji
*penulis adalah pimred majalah anwar al ma`refah Darul mustafa Tarem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar