Sebagaimana kita ketahui bahwa keimanan kepada Allah SWT. dan
rasul-Nya SAW. tidaklah sempurna kecuali setelah terpenuhnya dua rukun
yang harus ada: Keyakinan, yang bermarkas di akal, dan Kecintaan yang memenuhi hati.
Keimanan dengan akal yang kosong dari kecintaan tidak dianggap
sebagai keimanan di mizan Allah SWT. di hari pembalasan kelak, dan
keimanan yang hanya diwakili oleh cinta tanpa ditopang oleh keyakinan
akal tidak dianggap sebagai keimanan di neraca Allah SWT.
Bahsan kita kali ini berkisar pada rukun kedua, yaitu cintaatau kecintaan, lebih spesifiknya lagi, kecintaan kepada Rasulullah, yang merupakan kecintaan kepada Allah Azza wa Jalla.
Tidaklah seseorang dianggap sebagai mukmin hanya dengan keyakinan akal (‘aqli/intelektual) –nya, yakni hanya yakin bahwa Muhammad adalah Rasul yang hak, sampai kecintaan kepadanya SAW. bersemayam di hatinya.
Berkata Rasulullah SAW.:
لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من ماله وولده والناس أجمعين.
Artinya: Tidaklah seorang di antara kalian beriman sampai Aku menjadi
lebih dicintai olehnya daripada hartanya, putranya, dan manusia
seluruhnya.
Rasul mengatakan ini bukan karena kesombongan atau egoisme, tapi merupakan penyampain perintah Allah.
Apabila kau perhatikan hal ini, wahai hamba-hamba Allah, hal yang
berkaitan dengan cinta atau sesuatu yang dicintai atau seseorang yang
dicintai, maka kecintaan itu akan senantiasa mengandung apa-apa yang
mengingatkan kita kepada yang kita cintai.
Ini merupakan fakta yang tidak mungkin diingkari, baik oleh seorang
mukmin atau kafir atau mulhid atau fasik. Barangsiapa yang mencintai
sesuatu, dia akan rindu kepada apa-apa yang mengingatkan kepada sesuatu
itu.
Dan apabila dia melihat atau mengingat hal-hal yang mengingatkannya
kepada yang dia cintai,maka akan timbul kerinduan di dalam dirinya.
Setiap kali dia melewati suatu tempat atau suatu hari dan tanggal, dia
akan diselimuti oleh kerinduan kekasihnya. Ini hal yang sangat manusiawi
dan mendasar, yang tidak perlu didiskusikan lagi kebenarannya.
Wahai saudara-saudariku, apabila di antara kita ada yang sedang
kasmaran, apabila dia melihat yang merupakan milik kekasihnya, seperti
baju, atau sandal, atau kitab, maka akan membara api kerinduan di dalam
hatinya. Apabila dia berjalan melewati rumah sang kekasih, akan
terprovokasi rasa kangen, rasa ingin bertemu. Dan tidaklah mengingkari
hal-hal ini kecuali orang-orang yang hatinya terbuat dari batu, bahkan
lebih keras dan kasar dari batu.
Marilah kita lihat hati yang dipenuhi oleh kecintaan kepada Rasulullah SAW.
Sewaktu dia mengunjungi goa yang Rasulullah pernah ber-tahannust di
dalamnya, kerinduannya kepada Rasul akan berapi-api. Sewaktu dia melihat
baju yang pernah dipakai oleh Rasul, dia akan menangis rindu, kangen
kepada Rasul. Sewaktu dia melihat terompa Beliau, dia akan menciumnya,
bukan karena terompa itu sendiri, akan tetapi karena kecintaan dan
kerinduannya kepada Rasulullah.
Kerinduannya akan membara, kerinduan yang didasari oleh mahabbah, kecintaan.
Ini Allah SWT. berfirman:
إن الصفا والمروة من شعائر الله. (البقرة 158)
Kenapa Shafa dan Marwah?
Kalau hanya sekilas kita lihat,
Shafa dan Marwah tidaklah hanya tempat yang gersang. Akan tetapi Allah
telah menjadikannya tanda-tanda dari tanda-tanda kebesaran-Nya, dan
memerintahkan kita senantiasa mengingatnya, serta melakukan sa’i di
antara keduanya. Allah menginginkan kita memiliki hubungan emosional,
hubungan sentimental dengan apa yang telah terjadi di tempat suci
tersebut di jaman Ibrahim Al Khalil as.
Dan juga Allah SWT. berfirman:
Thawaf. Allah memerintahkan kita thawaf mengelilingi Ka’bah yang terbuat dari batu, yang tidak memberikan manfaat dan tidak juga madharat. Itu tidak lain karena Allah menginginkan kita dan mengajarkan kita untuk senantiasa memperingati peringatan-peringatan yang mengikat kita dengan masa lalu yang menimbulkan makna ubudiyah yang ditauladankan oleh para Nabi as. di bumi ini.
Allah SWT menginginkan kita mengingat selalu dzikrayat yang berkaitan dengan athifah (emosi dan sentiment), dengan kasih saying,yang terus menerus menyumbangkan dan meningkatkan kecintaan kita kepada-Nya.
Dan ini Rasulullah SAW. , dalam perjalanan kembali dari Tabuk, dan sewaktu mulai tampak rumah-rumah di kotaMadinah dari kejauhan, Rasulullah SAW berkata: Ini Thaabah. Kemudian Beliau memalingkan wajahnya yang mulia kea rah gunung Uhud, seraya berkata: Ini adalah Uhud, gunung yang mencintai kita, dan kita mencintainya.
Cobalah perhatikan ghazal Rasul. Perkataan Rasul yang begitu sentimental. Bukankah Uhud hanya sebuah gunung batu? kenapa Rasul mengatakan; gunung yang mencintai Kita, dan Kita mencintainya?
Dan juga Allah SWT. berfirman:
واتخذوا من مقام إبراهيم مصلى. ( البقرة 125)
Artinya: Dan jadikanlah maqam Ibrahim tempat bershalat.Thawaf. Allah memerintahkan kita thawaf mengelilingi Ka’bah yang terbuat dari batu, yang tidak memberikan manfaat dan tidak juga madharat. Itu tidak lain karena Allah menginginkan kita dan mengajarkan kita untuk senantiasa memperingati peringatan-peringatan yang mengikat kita dengan masa lalu yang menimbulkan makna ubudiyah yang ditauladankan oleh para Nabi as. di bumi ini.
Allah SWT menginginkan kita mengingat selalu dzikrayat yang berkaitan dengan athifah (emosi dan sentiment), dengan kasih saying,yang terus menerus menyumbangkan dan meningkatkan kecintaan kita kepada-Nya.
Dan ini Rasulullah SAW. , dalam perjalanan kembali dari Tabuk, dan sewaktu mulai tampak rumah-rumah di kotaMadinah dari kejauhan, Rasulullah SAW berkata: Ini Thaabah. Kemudian Beliau memalingkan wajahnya yang mulia kea rah gunung Uhud, seraya berkata: Ini adalah Uhud, gunung yang mencintai kita, dan kita mencintainya.
Cobalah perhatikan ghazal Rasul. Perkataan Rasul yang begitu sentimental. Bukankah Uhud hanya sebuah gunung batu? kenapa Rasul mengatakan; gunung yang mencintai Kita, dan Kita mencintainya?
Tak lain karena gunung tersebut mengandung di dalamnya peringatan atas Syuhada yang dimakamkan di kakinya, mengandung darah-darah mereka yang suci.
Suatu peringatan yang sangat berkenan di hati, yang sangat mendalam.
Dan kita semua, saya harap begitu, kita semua mencintai Rasulullah SAW, dan apabila hati kita telah dipenuhi oleh kecintaan itu, apa mungkin kita melewati hari kelahiran Beliau, yang merupakan hari kelahiran Kemanusiaan yang Sempurna, kelahiran Habib Allah SWT, kelahiran yang kita harapkan syafaatnya kelak…apa mungkin kita melewati hari itu tanpa tergerak hati kita untuk memperingatinya??
Apakah cukup memperingatinya hanya sekedar mengingatnya di dalam hati? Subhanalloh! Apabila kecintaan, benar-benar kecintaan, tidaklah mungkin seorang dapat menahannya di dalam dirinya, tanpa meluapkannya keluar, tanpa mengekspresikannya dengan, misalnya, kata-kata, luapan tangisan kerinduan, dengan alunan lagu atau qasidah, atau dengan puasa, sebagaiman yang dilakukan oleh Rasul SAW. di hari kelahirannya.
Duduk membaca bersama saudara-saudaranya sirah Rasul, rayakanlah dengan berbagai cara, selama masih bersesuain dengan syariah.
Ini merupakan masalah yang kita telah pahami bersama, dan tidak bertujuan untuk didiskusikan lagi dengan orang-orang yang berhati batu, karena tak akan ada gunanya. Orang-orang yang hatinya jauh lebih keras dari gunung Uhud.
Dan kalian tidak akan dapatkan orang-orang yang berhati batu itu, berkeping-keping hatinya di hadapan Allah di waktu sahar, sebelum fajar, memanjatkan istighfar, dengan isak tangis dan khusyuk mengharapkan rahmat dari Allah. Kalian tidak akan dapatkan mereka melakukan shalat dengan penuh kekhusyukan, dan apabila selesai shalat memanjatkan doa-doa dengan mengangka kedua tangan mereka ke arah langit. Mereka mengatakan itu bid’ah!
Ya, Subhanalloh! Apakah mereka mengatakan bahwa Rasulullah mubtadi’?! Rasulullah SAW mengajarkan bid’ah?! Ini Rasulullah SAW mengatakan:
Dan di malam Badr, Rasul mengangkat tangan Beliau yang mulia kea rah langit berdoa, dan sewaktu shalat istisqa, dan…dan…dan…
Suatu peringatan yang sangat berkenan di hati, yang sangat mendalam.
Dan kita semua, saya harap begitu, kita semua mencintai Rasulullah SAW, dan apabila hati kita telah dipenuhi oleh kecintaan itu, apa mungkin kita melewati hari kelahiran Beliau, yang merupakan hari kelahiran Kemanusiaan yang Sempurna, kelahiran Habib Allah SWT, kelahiran yang kita harapkan syafaatnya kelak…apa mungkin kita melewati hari itu tanpa tergerak hati kita untuk memperingatinya??
Apakah cukup memperingatinya hanya sekedar mengingatnya di dalam hati? Subhanalloh! Apabila kecintaan, benar-benar kecintaan, tidaklah mungkin seorang dapat menahannya di dalam dirinya, tanpa meluapkannya keluar, tanpa mengekspresikannya dengan, misalnya, kata-kata, luapan tangisan kerinduan, dengan alunan lagu atau qasidah, atau dengan puasa, sebagaiman yang dilakukan oleh Rasul SAW. di hari kelahirannya.
Duduk membaca bersama saudara-saudaranya sirah Rasul, rayakanlah dengan berbagai cara, selama masih bersesuain dengan syariah.
Ini merupakan masalah yang kita telah pahami bersama, dan tidak bertujuan untuk didiskusikan lagi dengan orang-orang yang berhati batu, karena tak akan ada gunanya. Orang-orang yang hatinya jauh lebih keras dari gunung Uhud.
Dan kalian tidak akan dapatkan orang-orang yang berhati batu itu, berkeping-keping hatinya di hadapan Allah di waktu sahar, sebelum fajar, memanjatkan istighfar, dengan isak tangis dan khusyuk mengharapkan rahmat dari Allah. Kalian tidak akan dapatkan mereka melakukan shalat dengan penuh kekhusyukan, dan apabila selesai shalat memanjatkan doa-doa dengan mengangka kedua tangan mereka ke arah langit. Mereka mengatakan itu bid’ah!
Ya, Subhanalloh! Apakah mereka mengatakan bahwa Rasulullah mubtadi’?! Rasulullah SAW mengajarkan bid’ah?! Ini Rasulullah SAW mengatakan:
إن ربكم حيي كريم يستحي من عباده إذا بسطوا أكفهم إليه أن يردها خائبة.
Sesungguhnya Tuhanmu sangat pemalu dan pemurah, malu apabila hamba-hamba-Nya mengulurkan tangan mereka (berdoa) menjawabnya dengan kesia-siaan.Dan di malam Badr, Rasul mengangkat tangan Beliau yang mulia kea rah langit berdoa, dan sewaktu shalat istisqa, dan…dan…dan…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar